i'm simple and very happy

Jumat, 28 Februari 2014

Biarkan Iman Berbicara Lebih Lantang dari Logika

Sedulur sekalian, saya tuliskan kembali pengalaman istri dan anak saya sewaktu naik angkot beberapa hari yang lalu. Semoga menambah khazanah keindahan hidup kita. Monggo dinikmati
Sejak kecil aku suka sains, berhitung, menghafal dan segala sesuatu yang logis. Tak heran aku pun mengedepankan logika dalam berpikir, tapi jangan dibandingkn dengan kaum adam lho ya.. klo dibanding kaum adam barangkali aku termasuk golongan irrasional :-D
Saking kirinya cara berpikir, sampai-sampai hari ini aku salah besar (yang nyadar hari ini, bisa jadi hari-hari yang lalu salahnya lebih gede tapi g ak nyadar alias pingsan... astaghfirullah). Jagoan kecilku sedang kehilangan mainan barunnya. Dia bercerita tadi ketiduran di angkot. Mainan ya digenggam pas turun angkot sudah nggak ada. Alih-alih membantu mencari, akujustru menyalahkan anakku, kenapa bawa mainan digenggaman, harusnya dimasukkan dalam tas supaya tidak jatuh waktu di angkot. Yah..beginilah aku emak-emak yang keburu esmosi gara-gara seringnya anak kehilangan mainannya entah dimana.
Tiba-tiba si kecil bilang: "ma didoakan aja yah". Aku jawab: "ya mana bisa kalau ketinggalan di angkot". Dia jawab: "lho dulu tak doakan bisa ketemu waktu ketinggalan di temane mama". Aku bilang: "kalau ketinggalan di angkot kan sopirnya gak kenal mama dan gak tahu itu punya siapa, bagaimana caranya ngembalikan? kalau ditemane mama kan mama bisa ambil lagi disana". 
Tak berselang lama si om (adik laki-lakiku)  nemuin tuh mainan di dalam rumah. Barangkali budhenya yang tadi ikut bersamaku ngebawain waktu di angkot. Seketika seperti petir menyambar di ubun-ubun. Aku sadar.. ini bukan hanya soal mainan, tapi ini soal iman. Seharusnya aku mendukung anakku berdoa, meskipun secara akal keinginannya itu bisa jadi tidak logis dan sulit tercapai. Toh sebenarnya tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya. Kalaupun tidak terkabul, seharusnya aku menjelaskan bahwa tiap doa yang terucap selalu didengar-Nya. Akan dikabulkan dalam bentuk lebih baik atau tersimpan sebagai pahala di surga. Tidak terkabulnya doa bisa juga jadi pertanda kurang bersungguh-sungguh doa atau karena banyaknya dosa, seperti apa yang diajarkan tauhid. Sayangnya itu tidak terucap dalam sepenggal dialog sore tadi.
Astagfirullah.. semoga itu tidak mengurangi iman dan cinta anakku kepada Tuhannya. Besok mama akan ceritakan hal yang indah tentang doa kepadamu nak, insyaallah. Semoga setelah ini Alah selalu mengaruniakan lurusnya lidah dan hati yang terpimpin iman bagi mama, ayah dan kita semua. Amin

PS: loving you whole of my life :-*

Sabtu, 01 Februari 2014

The Power of View

”Women without her man is nothing
 Women, without her, man is nothing
 Women without her man, is nothing"

Saya awali tulisan ini dengan diskusi saya di sebuah grup yang lagi iseng semi hot membahas poligami :-). Pada saat diskusi itu saya mempunyai fikiran bahwa ada yang masih pro dan kontra itu karena latar belakang budaya. Saya ambil contoh bahwa para sultan kerajaan jawa Hindu dan Islam ataupun para khalifah zaman kekhalifahan Islam semua berpoligami. Lantas ketika itu dilakukan apakah banyak yang protes kaum perempuanya? Ternyata tidak. Contoh lagi adalah di Centinnel Park -sebuah desa kecil di Colorado Arizona AS , semua laki-lakinya berpoligami. Kalau tidak berpoligami lantas itu menjadi aib. Nah dari situlah saya berkesimpulan bahwa penerimaan ini tergantung perpektif, sudut pandang yang notabene jadi unsur budaya. Di negri ini, mereka yang berpoligami saya berani jamin itu karena latar keimanan saja dari istri pertama. Bukan mengatakan istri yang tidak mengijinkan berpoligami itu tidak beriman lho ya he... Maksud saya mereka yang berpoligami menggunakan bisikan syariat dan keimanan yang dipegangnya untuk memberikan lampu hijau bagi suaminya untuk menikah lagi. 

Itulah yang saya maksud dengan perspektif dan sudut pandang. Kasus zaman jawa kuno, kekhalifahan Islam ataupun di kota kecil itu karena masyarakatnya bersudut pandang dan sudah turun temurun melihat poligami atau menjalankan poligami. Sedangkan di negri ini pada zaman modern, poligami masih jadi perdebatan sengit, bahkan menjurusnya sudah sampai ke HAM, kesetaraan gender, dan bahkan syariat Islam yang dibawa-bawa. Itu tak lain karena budaya modern negri ini memandang poligami sebagai hal yang tabu. Ah sudahlah, saya tidak mau nyemplung dalam debat kusir di atas, lagi pula tulisan saya bukan itu intinya. 

"Ana 'inda dzonni 'abdihi, Aku sesuai persangkaan hambaku" begitu kata Allah. Dalam kehidupan ini masalah itu sebenarnya kabur, rancu, dan subyektif. Artinya antara satu orang dengan yang lainya tidak sama menganggap masalah. Kawan-kawan tentunya tau mas Pepeng (Verrasta Soebardi), komedian yang terkenal dengan kuis "jari-jari" nya dulu tahun 90 an. Beliau sekarang menderita penyakit MS (Multiple Schlerosis) yang divonis belum ada obatnya sampai saat ini. Di balik kesakitanya itu, beliau begitu tegar dan bahkan menjadi inspirasi banyak orang. Bahkan di Indonesia ini, saya yakin beliau saja yang jadi host sebuah acara di atas pembaringan. Rahasianya ternyata memang kembali bagaimana sikap dan perpesktif beliau terhadap penyakit. Saat rasa nyeri dan sakitnya datang beliau memegang prinsip "Alaa bidzikrillaahi tathmainnul quluub, hanya dengan Allah hati menjadi tenang". Lantas apakah rasa nyerinya langsung hilang seketika? Tidak! rasa nyerinya tetap ada, namun semangat berjuang hidupnya yang makin bertambah. Amazing. Hal ini bisa muncul karena perpektif dan sudut pandang tadi. "Orang besar itu mereka yang mampu menguasai isi otaknya", begitu kata Ahmad Fuadi pengarang buku Negri 5 Menara. 

Seperti petikan kalimat dalam Bahasa Inggris saya di atas, sudut pandang kita terhadap hidup itu seperti letak tanda baca. Dimana kita meletakkan tanda baca maka akan kita dapati arti dari kalimat yang kita baca. Tanda baca dirubah letaknya, akan didapati arti kalimat yang lain pula. Begitulah kawan, problem hidup itu keniscayaan, kepastian. Kalau sudah pasti, tinggal kita atur saja letak tanda baca hidup kita supaya didapati kalimat kehidupan yang penuh kebahagiaan dan makna. Inilah The Power of View kita

Nasionalisme Islam ala Soekarno

Perdebatan bentuk suatu negara rasanya masih ramai diperbincangkan sampai sekarang. Ada yang memilih berlandaskan demokrasi, agama, ataupun model kekhalifahan. Kalau saya sendiri tidak ambil pusing dengan bentuk suatu negara, dan saya beruntung kanjeng Nabi Muhammad SAW. tidak pernah mengeluarkan hadist bagaimana bentuk sebuah negara yang ideal itu. Namun yang jelas, peninggalan beliau adalah bagaimana sebuah pemerintahan itu membawa kemakmuran dan keberkahan bagi rakyatnya.

Soekarno pada masa awal penyusunan dasar negara pernah berpidato: "Kita, saya pun adalah orang Islam -maaf beribu maaf, keislaman saya jauh dari sempurna- tetapi kalau Saudara-saudara membuka saya punya dada, dan melihat saya punya hati, Tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan hati Islam. Dan hati Islam bung Karno ini ingin membela Islam dalam mufakat, dalam permusyawaratan. Jikalau kita memang rakyat Islam, marilah kita bekerja sehebat-hebatnya, agar supaya sebagian yang terbesar daripada kursi-kursi badan perwakilan yang kita adakan, diduduki oleh utusan-utusan Islam. Jikalau memang rakyat Indonesia yang bagian besarnya rakyat Islam, dan jikalau Islam di sini agama yang hidup berkobar-kobar di dalam kalangan rakyat, marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakkan segenap rakyat itu agar supaya mengerahkan sebanyak mungkin utusan-utusan Islam ke dalam perwakilan rakyat ini. Ibaratnya badan perwakilan rakyat 100 orang anggotanya, marilah kita bekerja sekeras-kerasnya agar supaya 60,70,80,90 utusan yang duduk dalam perwakilan rakyat ini orang Islam, pemuka-pemuka Islam. Dengan sendirinya, hukum-hukum yang keluar dari badan perwakilan rakyat itu, hukum Islam pula".

Hal inilah yang lantas oleh Remy Medinier, seorang peneliti kajian Islam Asia Tenggara, disebut tujuan Soekarno yang tidak menginginkan Negara Islam, tapi bertujuan mengislamkan negara. Kalau dilihat dari visi misi PKS, konsep ala Soekarno ini tampaknya yang menjadi konsep Islamisasi negara yang dianut mereka. Jalan radikal merubah betuk negara akan sangat banyak menguras biaya dan tenaga, sehingga wajah Islam yang mau ditampilkan cukup berwujud ruh dalam setiap wakil rakyat para pengambil keputusan. Semoga saja :-)