i'm simple and very happy

Senin, 29 Februari 2016

Where The Wild Man Are




“Adventurer Ben Fogle meets more people who have turn their backs on the trapping of western society and set up home in some of the most isolated location on earth”

Diatas itu sedikit gambaran acara televisi yang kebetulan saya tonton beberapa hari lalu . Cukup terenyuh saya. Gimana tidak terenyuh melihat anak manusia hidup terisolasi di kutub.. kutub yang dinginnya subhanallah, ampuun. ohhh nooo!!!

Awalnya dia adalah seorang manajer pada sebuah perusahaan, dengan gaji sangat besar, kehidupan mapan. Tinggal di sebuah apartemen mewah. Berkeluarga, punya anak. Menjalani kehidupan seperti seharusnya manusia. Sekolah, bekerja, menikah, berkeluarga. Namun baginya itu serasa datar saja, dia bilang dia menjalani hidup seperti seharusnya, tapi bukan seperti yang dia inginkan. Memang ingin apa sih mbakyu? Hari begini jaman hidup serba sulit, persaingan ketat, nyari kerja bisa dibilang tidak mudah, lalu ia dengan mudahnya melepas kariernya demi sebuah tujuan hidup yang ekstra odinary.

Resign dari tempat kerja, berpisah dengan keluarga, menjelajah seantero bumi. Hingga akhirnya menemukan tambatan hatinya yang baru di benua arktika. It’s soo hard to understand.. sulit dimengerti bagiku. Kenapa hanya demi sebuah tujuan yang bukan misi sosial, bukan karna alasan agama, bukan karna pertengkaran dan tekanan, bukan karena alasan ideologis, dan bukan hal penting lain... seseorang rela berpisah dengan orang-orang tercintanya yang mengasihinya. Ah tapi itulah hidup, saya tak berhak menghakimi dan menyalahkan. Lagipula siapa saya, saudaranya juga enggak. Hehe.. Hidup ini adalah pilihan. Toh pada akhirnya ia bahagia dengan pilihan hidupnya. Hidup yang lebih menantang dan berwarna, setidaknya begitu menurut dia.

Cintanya yang baru adalah seorang joki kereta luncur anjing kutub. Pria sederhana dengan 40 ekor anjing peliharaan. Jangan dikira anjing unyu-unyu dan lucuu yaaa... ini adalah anjing liar. Galak. Bahkan si wanita, sempat menangis ketika pertama bertemu dan melihat kenyataan dia harus berinteraksi dengan anjing-anjing tersebut. Bagaimana tidak menangis, sedangkan dia sedari kecil sangat amat takutnya terhadap anjing.

Keteguhan ternyata mengalahkan rasa takutnya. Tak lama waktu berselang ia telah akrab dengan peliharaannya yang 40 ekor itu. Dia hafal nama mereka satu per satu. Telaten memberi makan, membersihkan kandang dan giat berlatih mengendarai kereta luncur yang ditarik anjing-anjingnya. Pernah jatuh kesakitan berkali-kali tapi tak menyerah. Hingga akhirnya dia bisa membantu suaminya menjadi joki kereta luncur salju.

Mereka membangun rumah kecil diujung arktik. Tanpa tetangga, hanya bersama peliharaannya. Jika musim wisatawan, mereka sediakan kamar khusus untuk menginap dan transport kereta luncur mengelilingi daerah bersalju. Hidup terasa begitu sulit dengan suhu puluhan derajat dibawah nol, tanpa listrik, tanpa air pompa. Air hanya mengandalkan sumur alami. Mereka mengambil air dengan sebuah timba. Jika ingin memasak, mencuci baju mereka harus memanaskan air. Jika ingin belanja mereka harus pergi ke kota terdekat yang jaraknya puluhan kilometer.  Pada akhirnya mereka harus memasang listrik untuk keperluan hariannya. Untuk  Pemanas ruangan dan mandi sauna. Jarang mandi dengan air pada suhu sedingin itu.

Mereka bercerita bahwa lebih dari separuh penghasilan mereka digunakan untuk memberi makan anjing-anjingnya. Mereka makan sederhana, tak terpikirkan berwisata ke tempat jauh. Karna mereka harusmengurus anjing-anjingnya setiap hari.  Tak juga sekedar berwisata kuliner karna pengeluaran harus ditekan. Setiap hari sibuk dengan urusan keseharian yang sangat melelahkan, sebab lingkungan begitu ekstrim, jauh fasilitas papaun, tiada tetangga yang bisa dimintai tolong, dan tak ada kemudahan informasi dan teknologi. Tanpa televisi, tanpa ponsel, laptop atau apalah yang bernama teknologi informasi. Salah satu hal yang paling membuat mereka bahagia  hanyalah mereka dapat hidup tanpa campur tangan pemerintah dan tekanan orang lain.

Ketika ditanya apakah anjing-anjing itu membuatmu bahagia dan bisa menggantikan keluargamu di hatimu? Dia menjawab bahwa anjing-anjing itu memberikan warna dalam hidupnya, tapi takkan pernah bisa menggantikan posisi keluarga dalam hatinya. Keluarga adalah yang terbaik.

Sesungguhnya tak habis pikir aku.. benar-benar tak habis pikir. tapi memang demikian adanya. Setidaknya ada pelajaran berharga yang aku bisa ambil dari kisahnya. Jika hanya demi memelihara anjing seseorang bisa menghabiskan lebih dari separuh penghasilannya dan ia rela bersusah-susah hidup dalam kesederhanaan, maka apakah  seorang yang memngasuh anaknya penuh kasih sayang dan mencukupi segala kebutuhannya, tidak rela berhemat dan banting tulang demi anak-anaknya.  

Jika di ujung dunia seseorang sanggup memelihara empat puluh ekor anjing liar, maka apakah kita merasa tak sanggup sehingga harus membatasi anak satu atau dua saja, aytau yang lebih ekstrim menggugurkannya? Anak adalah rizki, karunia.

Jika seseorang diluar sana rela berpayah-payah dalam kesengsaraan demi sebuah misi yang tiada jelas, maka apakah kita yang telah jelas memiliki misi hidup dan tujuan tidak rela berpayah-payah dalam menggapainya


Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin, ihdinashshiraathal mustaqiim. Wallahul musta’an 

Author: Nety Arbya