Tidak hanya ekonomi yang begitu erat dan mesra
dengan politik, namun budaya juga tidak bisa dipisahkan dengan politik. Saat ini
budaya K-Pop dianggap mengancam trendsetter pop di Eropa bangkan di Asia itu sendiri,
mulai gaya rambut, fashion, pakaian, musik, bahasa, bahkan koreografi.
Untuk Indonesia
sendiri, resistensi budaya pernah terjadi di masa "muda" Indonesia di
pemerintahan Presiden Soekarno di era tahun 50-an sampai medio 60-an. Saat itu yang
dianggap Bung Karno sebagai ancaman adalah budaya rock 'n roll yang diembuskan band
asal Liverpool Inggris; The Beatles. Penyebaran budaya ini mulai menusuk Indonesia
dengan lahirnya band lokal dengan aliran rock 'n roll; The Betles.
Secara terang-terangan Bung Karno tidak menyukai
budaya pop ini, yang imbasnya The Beatles jadi band incaran "kebencian"
Bung Karno. Kenapa Bung Karno sampai sebegitu bencinya? Karena Bung Karno menganggap
aliran budaya rock 'n roll ini sebagai virus kemalasan, yang mengumbar percintaan
dan masalah remeh temeh. Bahkan secara terang-terangan Bung Karno menyebut budaya
yang sedang digandrungi anak muda Indonesia dari segala sisinya ini sebagai budaya
ngak ngek ngok.
Budaya ini
dipandang sebagai ancaman lantaran mereduksi semangat nasionalisme , kerja keras,
dan perjuangan. Akhirnya kebijakan represif Bung Karno terhadap serangan budaya
rock 'n roll diwujudkan dengan pelarangan beredarnya aliran musik tersebut, entah
itu yang dari luar atau dari dalam negeri. Surat kabar, radio, live performance
dilarang menampilkan aliran musik cengeng tersebut. Bahkan tukang cukur pun dilarang
memotong model rambut poni gaya The Beatles.
Barangkali kita menganggap hal itu tindakan
berlebihan Presiden Soekarno. Namun kalau ditelisik lebih jauh itu hal wajar yang
dilakukan sebuah pemerintahan yang baru berusia muda. Di tengah semangat perjuangan
nasionalisme mempertahankan kedaulatan, filter budaya pantas dilakukan kalau tidak
ingin penjajahan masuk kembali. Saat inipun saya fikir ini masih relevan. Budaya
dan sejarah adalah identitas sebuah bangsa. Turis yang melancong mengunjungi sebuah
negara daya tariknya adalah wisata sejarah dan budaya. Kalau datang ke Mesir yang
dicari Piramida, Spinx, atau makam Firaun. Ke Thailand tertarik dengan istana Angkorwat,
ke Turky museum Hagia Sophia, ke Paris menara Eifel, ke Indonesia candi Borobudur,
dll.
Jadi wajar saat Soeharta merekayasa Menikebu,
ini semata karena dia tidak ingin budaya Indonesia bernafaskan komunis. Yang tidak
wajar kalau gempuran budaya K-Pop dibiarkan begitu saja, begitu Reog Ponorogo dan
wayang diklaim Malaysia baru kebakaran jenggot.
End