Salah satu kemunduran ilmu pengetahuaan pada abad IV hijriyah menurut telaah Al Ghazali adalah karena adanya benturan ilmu pengetahuan. Para ahli ilmu duniawi saling ejek dengan para ahli ilmu agamawi, di antaranya sebutan "budak duniawi" bagi yg tidak mendalami ilmu fiqh atau syariat. Dan sebutan "munafik" bagi yg tidak mendalami ilmu pengetahuan umum, karena dianggap menjual ilmu agama untuk kekuasaan, misalnya menjadi hakim syariat pemerintahan.
Pandangan cerdas dikemukakan Al Ghazali. Beliau mengambil contoh ahli
fiqh harus menghargai ilmu lain. Sebab urusan ibadah pun tak bisa lepas
dari ilmu lain di luar ilmu fiqh. Bagi orang berpenyakit pencernaan,
misalnya, dokterlah yang akan menjadi mufti apakah orang ini boleh atau
tidak melaksanakan ibadah puasa. Demikian juga saat mengambil pandangan
soal pakaian, di sini perlu wawasan fiqh apakah pakaian tersebuat layak
bagi seorang muslim dalam menutupi aurat dan sah tidaknyanya beribadah
Menjadi Rabbani adalah mengalimkan diri, mendalami banyak hal. Atau
setidaknya saat mempelajari hal yang khusus tetap menaruh perhatian
dengan wawasan umum yang luas dari berbagai ilmu. Terobosan besar
tidaklah muncul dari satu ilmu, tetapi merupakan titik temu dari
berbagai macam pandangan ilmu.
Manusia Rabbani hendaknya juga
berjuang mendalam sebagai seorang faqih, sebab ada tuntutan nyata untuk
menghubungkan segala fenomena alam dan kejadian sehari-hari dengan
kekuasaan Tuhan.
Source: Lapi-Lapis Keberkahan, Salim A. Fillah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar