i'm simple and very happy

Kamis, 06 November 2014

Imu duniawi Vs. Ilmu Agamawi


Salah satu kemunduran ilmu pengetahuaan pada abad IV hijriyah menurut telaah Al Ghazali adalah karena adanya benturan ilmu pengetahuan. Para ahli ilmu duniawi saling ejek dengan para ahli ilmu agamawi, di antaranya sebutan "budak duniawi" bagi yg tidak mendalami ilmu fiqh atau syariat. Dan sebutan "munafik" bagi yg tidak mendalami ilmu pengetahuan umum, karena dianggap menjual ilmu agama untuk kekuasaan, misalnya menjadi hakim syariat pemerintahan. 

Pandangan cerdas dikemukakan Al Ghazali. Beliau mengambil contoh ahli fiqh harus menghargai ilmu lain. Sebab urusan ibadah pun tak bisa lepas dari ilmu lain di luar ilmu fiqh. Bagi orang berpenyakit pencernaan, misalnya, dokterlah yang akan menjadi mufti apakah orang ini boleh atau tidak melaksanakan ibadah puasa. Demikian juga saat mengambil pandangan soal pakaian, di sini perlu wawasan fiqh apakah pakaian tersebuat layak bagi seorang muslim dalam menutupi aurat dan sah tidaknyanya beribadah

Menjadi Rabbani adalah mengalimkan diri, mendalami banyak hal. Atau setidaknya saat mempelajari hal yang khusus tetap menaruh perhatian dengan wawasan umum yang luas dari berbagai ilmu. Terobosan besar tidaklah muncul dari satu ilmu, tetapi merupakan titik temu dari berbagai macam pandangan ilmu.
Manusia Rabbani hendaknya juga berjuang mendalam sebagai seorang faqih, sebab ada tuntutan nyata untuk menghubungkan segala fenomena alam dan kejadian sehari-hari dengan kekuasaan Tuhan.

Source: Lapi-Lapis Keberkahan, Salim A. Fillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar